Trombosit Turun Tak Selalu Demam Berdarah

 Selain demam berdarah, ada beberapa penyakit lain yang ditandai oleh


penurunan kadar trombosit. Apa sajakah itu? Pada mulanya, Desi (empat tahun)


memang menderita demam. Ketika diperiksa lebih jauh, kadar trombositnya


ternyata turun sampai 30 ribu/mm3. Dokter pun mendiagnosis Desi mengidap


demam berdarah. Setelah delapan hari, suhu tubuh yang tadinya mencapai 39


derajat Celsius berangsur turun. Heni (30 tahun), sang ibu, tentu saja lega.


Tapi ia mendeteksi keanehan. Pasalnya, pemeriksaan ulang menunjukkan, trombosit Desi anjlok, hingga tinggal 9.000/mm3. ”Saya sampai kaget, karena tidak demam lagi, saya pikir


dia sudah sembuh dari demam berdarah (DB),” kata Heni. Ternyata rendahnya


kadar trombosit dalam darah Desi memang bukan karena DB. Tapi karena tubuh


menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit. ”Ternyata anak saya


menderita ITP (Immunologic Thrombocytopenia Purpura), bukan DB. Syukur


Alhamdulillah, setelah diberi obat oleh dokter, si kecil kini sudah sehat, ‘


jelas Heni lega.


Penurunan trombosit hingga di bawah batas normal memang kerap diidentikkan


dengan demam berdarah, khususnya di kalangan awam. Padahal tidak selamanya


demikian. Dalam keadaan normal, trombosit dalam darah mencapai 150 ribu-450


ribu/mm3. Dalam keadaan tidak normal, trombosit yang berperan dalam


pembekuan darah ini bisa turun. Keadaan ini disebut dengan trombositopenia,


yakni trombosit berada dalam keadaan rendah. Demam berdarah hanyalah salah


satu penyakit yang ditandai oleh turunnya kadar trombosit.


Menurut Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM, ahli hematologi dari Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS Cipto Mangunkusumo (RSCM),


trombosit rendah bisa disebabkan oleh bermacam hal. Tapi secara garis besar,


penurunan kadar trombosit disebabkan oleh dua hal yaitu kerusakan trombosit


di peredaran darah, atau kurangnya produksi trombosit di sumsum tulang.


Kerusakan trombosit


Demam berdarah merupakan jenis kerusakan trombosit yang populer di


masyarakat. Menurut kepala divisi Hematologi-Onkologi Medik Bagian Penyakit


Dalam FKUI/RSCM ini, penyebab kerusakan trombosit dalam DB adalah infeksi.


Selain demam berdarah, infeksi yang juga mengurangi trombosit adalah tifus.


Kerusakan trombosit juga bisa terjadi pada penyakit ITP. Ini merupakan


penyakit auto-imun di mana zat anti yang dibentuk tubuh malah menyerang


trombosit.


”Melalui mekanisme imunologi tadi, trombosit menjadi berkurang,” jelas


Zubairi. Pada ITP, gejalanya bisa berupa bercak-bercak perdarahan di kulit.


Sementara pada DB, penderita mengalami demam dan penurunan trombosit tapi


berangsur normal dalam delapan hari. ”Jika (trombosit rendah) lebih dari


delapan hari, kita harus pikirkan kemungkinan yang lain. Salah satunya


adalah ITP,” jelas hematolog yang juga dikenal sebagai salah satu dari


sedikit pakar AIDS di Indonesia ini. ITP seringkali menyerang wanita usia


reproduksi, yakni di bawah 35 tahun.


Tapi bukan berarti, ITP tak bisa menyerang kelompok usia lanjut. Hanya saja,


kasus ITP pada kelompok usia lanjut, terbilang jarang. ”Seperti penyakit


lupus, ITP lebih sering ditemui pada wanita, laki-laki hanya sekitar dua


persen,” kata Zubairi. Penurunan kadar trombosit juga bisa ditemui dalam


kasus DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). Biasanya, ini terjadi


pada pasien dengan penyakit berat. ”Seperti pasien dengan sirosis hati,


shock, infeksi kuman apapun dalam darah yang berat sekali, serta penyakit


lupus,” lanjutnya. Trombosit yang rendah bisa juga dikarenakan produksi


yang kurang.


Penyakitnya bisa berupa anemia aplastik. Anemia aplastik terjadi jika sel


yang memproduksi butir darah merah yang terletak di sumsum tulang, tidak


dapat menjalankan tugasnya. ”Pada anemia aplastik, trombosit yang rendah


juga disertai leukosit yang rendah sehingga sumsum tulangnya kosong,” jelas


Zubairi. Selain anemia aplastik, trombosit yang rendah juga kerap ditemui


pada penderita penyakit leukemia. Sering juga ditemui pada penderita


penyakit mielofibrosis. Menurut Zubairi, pada penyakit ini keadaan limfa dan


liver membesar.


Sebenarnya, sewaktu kita lahir, trombosit diproduksi oleh limfa dan liver.


Seiring pertambahan usia, fungsi ini kemudian dijalankan oleh sumsum tulang.


Karena muncul penyakit mielofibrosis, sumsum tulang tidak berfungsi sehingga


limfa dan liver kembali bekerja dan membesar. Untuk mengetahui penyakit mana


yang diderita, perlu dilakukan tes. ”Tidak bisa karena trombosit rendah


langsung dikatakan ITP,” ujar Zubairi. Menurutnya, dalam prinsip kedokteran


semakin sedikit data maka akan semakin banyak kemungkinan.


Pengobatan


Pengobatan setiap penyakit berbeda. Pada penderita ITP, karena ada zat yang


menyerang trombosit, tidak dilakukan transfusi trombosit. Pada ITP,


transfusi trombosit justru akan merangsang zat anti untuk berproduksi. Jadi,


pengobatan utamanya adalah dengan menghilangkan mekanisme auto-imun tadi. ‘


Produksi antibodi ditekan dengan obat yang bersifat kortikosteroid seperti


prednison,” tambah kepala Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah


Indonesia (PHTDI) ini. Jika tidak mempan dengan prednison, biasanya


dilakukan operasi kecil untuk membuang limfa.


Angka kematian akibat trombosit rendah cenderung kecil. Seperti demam


berdarah, angka kematian pada orang dewasa di bawah 10 persen, dan sedikit


lebih besar pada bayi dan anak-anak. ”Kecuali pada anemia aplastik yang


berat dan leukemia”. ITP sendiri jarang menyebabkan kematian. ”Kecuali


pada saat trombosit rendah, pasien terpeleset dan jatuh sehingga terjadi


perdarahan di otak,” Zubairi memberikan contoh. Sampai batas berapa


seseorang bisa bertahan dengan trombosit rendah? ”Tergantung,” jawabnya.


Pada leukemia dan anemia aplastik, pasien dengan trombosit 20 ribu/mm3 sudah


berdarah-darah.


Sedangkan pada DB, hanya berupa bintik-bintik. ”Pada penderita ITP, meski


trombositnya mencapai 15 ribu hingga 10 ribu, tidak ada perdarahan sama


sekali, apalagi jika diberikan pengobatan”. Sedangkan penderita DIC bisa


berdarah pada tempat infus hingga gusi. Menurut Zubairi, selain melihat


jumlah trombosit, dokter juga akan melihat fungsinya, yakni masa perdarahan


(bleeding time) yang normalnya mencapai 1-4 menit.


Dari sisi jumlah, ada beberapa titik penting yakni 0, 20 ribu, 40 ribu, 100


ribu, dan 150 ribu. Untuk penderita DB misalnya, jika trombositnya sudah di


bawah 100 ribu/mm3 sebaiknya diopname. Biasanya diberikan infus. Perlukah


transfusi trombosit? Tidak perlu karena trombosit akan naik sendiri, kecuali


jika trombosit sudah di bawah 20 ribu/mm3 dan terjadi perdarahan. Pemberian


transfusi juga dilakukan dengan melihat masa perdarahan. ”Jika sudah lebih


dari 10 menit, misalnya, berikan transfusi trombosit”. Sedangkan pada


anemia aplastik dan leukemia, karena seringkali menyebabkan perdarahan, maka


transfusi trombosit harus sering diberikan. Tapi ingat, transfusi trombosit


sebaiknya diambil dari donor tunggal


Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

free counters PageRank Checker

Pengikut

About the Author

My Photo
Maura Maulina
Hai, saya penulis Aceh Laboratorium!. Saya seorang Mahasiswi dari sebuah perguruan tinggi di Banda Aceh, Indonesia dan juga seorang blogger paruh waktu dan menyukai blogging, desain blog, Artikel Kesehatan, & Laboratorium penuh gairah. Anda bisa melihat saya di FacebookFacebook

  ©Kumpulan Artikel Kesehatan | Berita Unik & Menarik - Todos os direitos reservados.

Template by Dicas Blogger | Topo